Kiat Sukses Menjadi Entrepreneur Bagi Orang Biasa (2)
By M. Suyanto, STMIK AMIKOMYogyakarta
Landasan pertama untuk menjadi entrepreneur sukses bagi orang biasa adalah sikap mental positif. Ketika saya melakukan check in, saya diberitahu oleh petugas, kalau pesawat saya ditunda satu jam pemberangkatannya. Sikap mental positif saya gunakan dengan membuka Laptop saya, kemudian menulis artikel ini saya di ruang tunggu Bandara Sukarno-Hatta. Ketika waktu panggilan bahwa penumpang diperkenankan masuk pesawat, tulisan ini sudah jadi. Saya termasuk yang beruntung, karena ada seorang penumpang mengatakan kepada saya. “Saya tadi menunggu pesawat sejak jam dua Pak. Karena penerbangan hari ini penuh semua. Baru sekarang (jam delapan) ini saya baru bisa naik. Saya harus nunggu 6 jam” kata penumpang tersebut kepada saya. “Lama sekali ya Pak” jawab saya mengiyakan.
Pengalaman lain menggunakan sikap mental positif tersebut pada saat pendirian AMIKOM Yogyakarta. Sebelum mengajukan ijin, kita mempersiapkan proposal, mulai dari mengurus pendirian Yasasan AMIKOM, membuat statuta, rencana induk pengembangan, kurikulum dan kelengkapan dosen. Kendala utama kita adalah fasilitas yang terbatas dan tidak mempunyai dana. Gedung sewanya belum dibayar, fasilitas komputer dan perpustakaan seadanya. Memang kita memulai perguruan tinggi tanpa uang tunai. Kita sangat beruntung dituntun oleh Bapak Koordinator Kopertis Wilayah V dan staf-stafnya ketika itu. Dari awalnya buta tentang perguruan tinggi menjadi remang-remang tahu tentang perguruan tinggi dan persyaratan pendiriannya. Setelah itu kami mencoba membuat proposal pengajuan ijin perguruan tinggi AMIKOM Yogyakarta. Setelah proposal selesai, maka ijin itu kami ajukan dengan menyerahkan kepada Kopertis Wilayah V.
Pada saat pertama AMIKOM mengajukan ijin ke Jakarta, bersama dengan 6 calon perguruan tinggi dari Yogyakarta. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya turunlah ijin dari Pemerintah. Dari 6 perguruan tinggi tersebut, ternyata yang keluar baru 4 perguruan tinggi. AMIKOM salah satu yang belum keluar ijinnya. Saya menyadari kalau belum keluar, karena kalau dilihat dari persyaratan mungkin yang paling minimal. Meskipun demikian staf-staf saya merasa gelisah, karena merupakan tempat untuk mencari nafkah dan menyalurkan idenya, belum mendapat persetujuan dari Pemerintah. “Kenapa Pak Yanto, kok kita belum keluar ijinnya,s edangkan yang lainnya sudah?” tanya staf-staf saya dengan nada sedih. Untuk menghiburnya, saya harus bersikap mental positif. Saya menghibur mereka dengan mengatakan “Kalau kita belum keluar ijinnya, itu artinya Tuhan menghendaki kita bekerja lebih keras lagi dan berdoa lebih panjang lagi. Kalau itu kita lakukan Insya Allah kita lebih berhasil dibandingkan dengan yang lainnya”. Dengan jawaban saya seperti itu staf-staf saya tetap bersemangat dan tetap bekerja keras. Mereka juga sambil berdoa dengan sungguh-sungguh untuk berharap ijin tersebut segera keluar.
Waktu yang panjang itu membuat staf-staf merasa khawatir kalau ijin tersebut tidak keluar. Mereka barangkalai membayangkan bagaimana kalau ijinnya tidak keluar. Mereka mau bekerja di mana mereka tidak tahu, karena satu-satunya harapan bekerja di AMIKOM Yogyakarta. Akhirnya dengan bantuan Koordinator Kopertis dan staf-stafnya, ijin yang kita tunggu-tunggu tersebut keluar. Kami senang dan haru, saya dan beberapa staf saya ada yang meneteskan air matanya dan sujud syukur. Untuk memperoleh ijin dengan perjalanan yang sangat panjang dan berliku. Perjalan yang seperti itulah yang menjadikan staf saya ingin tetap menjaga ijin itu agar tetap dalam genggaman dan menjadikan AMIKOM Yogyakarta tetap berkibar. Sikap mental positif terbukti merupakan salah satu senjata untuk menguatkan semangat dan motivasi mereka untuk tetap berjuang dan bertahan di AMIKOM Yogyakarta.