By M. Suyanto, STMIK AMIKOM Yogyakarta
Setelah kami menggunakan slogan “Tempat Kuliah Orang Berdasi” , perguruan tinggi kami yang sangat kecil dan fasilitas yang sangat sederhana tersebut mulai dikenal. Dahulu ketika saya memperkenalkan bahwa saya bekerja di AMIKOM Yogyakarta, maka orang tidak kenal sama sekali, tetapi ketika saya memperkenlakan diri bahwa saya dari AMIKOM yang “Tempat Kuliah Orang Berdasi”. Orang tersebut kemudian “Oh ya saya tahu”.
Oleh karena itu kita mempunyai kata sederhana yang dapat masuk dalam benak pelanggan sangatlah penting. Pada awalnya kata “Tempat Kuliah Orang Berdasi” ada yang membuat plesetan menjadi “Tempat Kuli Berdasi” Saya hanya tersenyum saja, memang kenyataannya gedungnya jelek dan mahasiswa yang kuliah di AMIKOM merupakan mahasiswa yang tidak diterima dimana-mana. Bahkan saya pernah naik mobil bersama orang banyak yang tidak kenal saya membahas kata “Tempat Kuliah Orang Berdasi” yang kata mereka merupakan kata yang aneh dan lucu, tetapi melekat di benak mereka. Beberapa senior-senior saya menyuruh untuk segera membuang atau mengubah dengan kata yang lain, karena kata tersebut kata yang identik dengan salesman. Banyak orang yang menganggap salesman adalah karyawan rendahan, yang berjualan ke sana ke mari, masuk kantor satu dan kantor lainmasuk rumah satu dan ke rumah lain menyusuri jalan sambil membawa barang dagangan dengan memakai dasi. Kadangkala mereka meminta waktu dan berjualan dengan cara memaksa. Seperti itulah kesan salesman di mata masyarakat. Meskipun demikian salesman yang seperti itu adalah salesman yang masih yunior. Itulah pekerjaan yang pernah saya tekuni bertahun-tahun dan berusaha untuk berbuat meminta waktu dan berjualan dengan tidak memaksa, tetapi saya tetap mendapat getahnya. Pada suatu saat saya dengan membawa stop map yang berisi brosur-brosur memasuki rumah di salah satu perumahan. Tiba-tiba pintu rumahnya ditutup dengan keras, yang menunjukkan rumah mereka tidak boleh saya jamah. Kemudian saya keluar halaman dari rumah tersebut dan menuju rumah sebelahnya, tidak kalah dengan kejadian yang pertama, yaitu ganti menutup jendela keras-keras agar saya meninggalkan rumah tersebut. Kemungkinan pemilik rumah mempunyai pengalaman pahit terhadap salesman, yang masih yunior. Itulah pelajaran yang sangat berharga dan pelajaran yang tidak pernah saya lupakan hingga saat ini. Saya selalu mengingat peristiwa tersebut, agar saya belajar untuk menghormati salesman, orang rendahan lainnya, sehingga menjadi orang yang lebih peka dan lebih empati kepada orang lain.
Saya menggunakan kata “Tempat Kuliah Orang Berdasi”, hanya ingin dikenal bahwa kami berbeda. Kami hanya bermaksud mahasiswa yang memakai dasi tersebut mempunyai rasa percaya diri, tidak minder. Kalau mereka memakai dasi selama minimal tiga tahun, kami berharap mahasiswa kelak ketika bekerja di kantor sudah terbiasa memakai dasi, mempengaruhi perilakunya dan dapat menjadi orang yang bekerja secara professional. Kami melambangkan dasi sebagai simbol profesionalitas. Kita harus menemukan kata sebagai identitas perusahaan kita. Kita terbiasa dengan kiasan bahwa “gambar adalah seribu kata”, sedangkan keperluan kita, harus menemukan bahwa “kata adalah seribu gambar”. Kalau tidak dapat menjadi perusahaan yang pertama, maka jadilah perusahaan kategori yang pertama. Jika itupun tidak bisa kita lakukan maka temukan kata yang sederhana, unik dan menarik perhatian yang merupakan “kata seribu gambar” atau dengan kata lain jadilah perusahaan yang pertama dalam ingatan.