Belajar Menjadi Entrepreneur Dari Pengusaha Becak (5)

By M. Suyanto

Pelajara berikutnya dari dari pengusaha becak adalah tentang makna kepemilikan itu sendiri. Kepemilikan dapat kita jadikan kawan dan dapat pula menjadi musuh kita. Sistem ekonomi yang kapitalis yang dibungkus dengan globalisasi seperti sekarang ini membuat kepemilikan menjadi musuh.


Globalisasi merupakan dunia yang menjadi sebuah pasar yang besar. Dunia adalah totalitas komoditas yang dapat dipasarkan. Planet bumi itu sendiri merupakan komoditas untuk dijual. Dunia dapat dipecah-pecah dan dijual secara angsuran. Dunia bukan lagi tempat tinggal manusia yang lebih lama, tetapi sebuah paket besar dari sumberdaya pemasaran. Sesuatu di dalam dunia mempunyai nilai guna bagi manusia dan nilai guna tersebut harus diubah dalam uang. Dunia adalah penghasil uang. Uang dipertuhan dan manusia mempertuhan. Uang tidak boleh diganggu gugat, apalagi dibagi dengan orang lain. Uang digunakan untuk bersenang-senang dengan kenikmatan yang melampaui batas dan berlezat-lezat dengan penuh kemaksiatan. Kalau sudah seperti itu, maka uang atau kepemilikan bukan menjadi sahabat atau kawan, tetapi menjadi musuh dan dimusuhi orang lain dan menjadi musuh ketika kita ketemu Tuhan meninggalkan dunia yang fana ini.

Kepemilikan atau harta perlu untuk berbagi seperti yang dilakukan pengusaha becak dari Saudara kita Tionghoa. Kalau itu yang kita lakukan maka kita harta itu akan menjadi kawan kita, menambah saudara, dapat kita gunakan untuk menambah ilmu menjaga kesehatan agar tetap dapat beribadah kepada-Nya. Cara menyikapi harta ini yang membedakan jalan hidup kita. Harta atau Al maal dalam bahasa Arab, bermakna emas, perak dan hewan ternak. Sedangkan menurut terminologi lebih luas, harta merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai dan boleh dimanfaatkan serta kepemilikannya diperoleh dengan cara yang baik. Sangatlah indah, bila kita memandang harta berpedoman bahwa pada hakikatnya, harta adalah milik Allah dan manusia diberi kuasa (amanah) untuk mengelolanya dengan baik. Manusia tidak mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta dan harus menafkahkan sebagian hartanya sesuai syariah Allah, seperti dalam Al Qur’an surat Al Hadiid ayat 5 – 7: Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya adalah orang-orang yang beriman. Demikian pula Al Qur’an surat Al Munaafiquun ayat 7 : Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar) : ”Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)”. Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.

Kalau kita sudah dapat memandang kepemilikan atau harta itu adalah titipan atau amanah Tuhan, maka kita akan berusaha supaya harta tersebut dapat kita kelola dengan sebaik-baiknya, bermanfaat tidak saja untuk diri kita sendiri, tetapi juga bermanfaat untuk orang lain. Kalau sudah seperti itu harta akan menjadi kawan kita di dunia dan menjadi cahaya kita ketika bertemu Tuhan di akhirat kelak. Semoga kita mampu menjadi orang yang mampu mengemban amanah Tuhan tersebut. Amiin……


ketuaamikom